Senin, 12 November 2012

Misteri Bunker Bawah Tanah Walikota Solo Posted By Murtadho Jr

Pada era presiden Sukarno di tahun 1945-1950an,
loji-loji Freemasonry oleh kaum pribumi Indonesia disebut pula sebagai “Rumah Setan” disebabkan ritual kaum Freemason selalu melakukan pemanggilan arwah orang mati. Warga Solo atau kadang disebut Surakarta, di Jawa Tengah, digegerkan dengan penemuan ruang bawah tanah (bunker) di kompleks Balai Kota. Bunker itu berada tepat di bekas bangunan gedung Dharma Wanita, sekitar 30 meter dari bangunan kantor Walikota Solo. Menurut Kepala Bidang Pelestarian Benda Cagar Budaya, Dinas Tata Kota Solo, Mufti Rahardjo, bungker itu bisa dipastikan dari dua sumber, primer dan sekunder. “Sumber primer berasal dari testimoni orang- orang tua. Sedangkan sumber sekunder dari naskah-naskah peninggalan Belanda yang menguatkan keberadaan bungker,” kata Mufti di Solo, Rabu 8 Agustus 2012. Meski telah menemukan lokasi bungker dan mendapat keterangan sejumlah sumber, hingga kini belum diketahui berapa luas bungker tersebut. Namun, Mufti yakin bangunan bungker itu sangat luas. “Karena dulunya Balaikota itu pusat kegiatan Belanda. Bisa jadi bungker itu untuk persembunyian, pertahanan atau fungsi-fungsi lain,” tuturnya. Untuk memastikannya, Mufti mengaku telah melakukan studi internal yang melibatkan semua jajaran SKPD. “Besok kita akan koordinasi dengan Balai Arkeologi dan BP3 Jawa Tengah untuk melakukan ekskavasi,” ucap dia. Dalam proses ekskavasi besok, lanjut dia, pihak BP3 Jawa Tengah akan membawa petugas khusus. “Penggalian akan dimulai besok sekitar pukul 09.00 WIB,” ujarnya. Sebelumnya, bungker peninggalan Belanda juga pernah ditemukan di Kampoeng Batik Laweyan, Solo. Namun, belum juga diketahui fungsi bungker tersebut. Bungker tersebut ditemukan di kawasan permukiman warga dan kondisinya masih tertutup. Jokowi Kaget Mendengar temuan bunker tesebut, mantan walikota Solo yang kini menjabat sebagai gubernur DKI Jakarta Joko Widodo atau yang akrab disapa Jokowi mengaku kaget. Jika benar bunker itu merupakan cagar budaya, ia pun memerintahkan agar pembangunan dua gedung rencananya akan didirikan di atas tanah kosong itu akan digeser. Meski selama dua periode berkantor di Balai Kota, Jokowi mengaku tak tahu keberadaan lubang persembunyian itu. Merasa penasaran, setelah mendengar informasi tersebut, ia menyempatkan diri untuk melihat langsung lokasi yang diduga sebagai tempat bunker. “Kemarin sore saya sudah lihat. Tetapi kan belum terlihat wong masih menunggu hasil penggalian,” katanya, Kamis, 9 Agustus 2012. Atas dugaan adanya bunker tersebut, Jokowi pun mengaku pasrah. Pasalnya, rencananya di lokasi tersebut akan didirikan bangunan gedung PKK dan Dharma Wanita yang baru. Mengingat yang bangunan lama telah diratakan dengan tanah. “Kita melihat dulu hasil dari penelitian Balai Arkeologi dan BP3 seperti apa. Apakah yang diduga bunker itu benda cagar budaya atau bukan. Pokoknya kita menunggu rekomendasi dari BP3,” ucapnya. Kalau ternyata memang benar-benar bunker itu ditetapkan sebagai cagar budaya. Maka rencana pembangunan gedung baru itu harus digeser. “Ya mau tidak mau harus digeser. Karena ini bagian dari konsekuensi dari sebuah komitmen untuk melindungi benda cagar budaya,” tegasnya. Saksi Mata: Situasi Dalam Bunker Seorang saksi hidup, Mujiyono Yuwono Saputro (82)
warga Pasar Kliwon Solo, dalam kesaksiannya mengatakan bahwa di kompleks Balai Kota Surakarta memang terdapat sebuah bunker peninggalan kolonial Belanda. Bunker tersebut saat ini terkubur di bawah reruntuhan bekas bangunan gedung PKK Pemkot Surakarta yang sekarang telah dirobohkan. Ia mengatakan, pada saat dirinya masih anak- anak, sering melihat tentara Jepang berlatih di bunker tersebut. “Dulu buat latihan tentara Jepang. Tapi bunker ini buatan Belanda . Kemudian pada tahun 1965, bunker tersebut difungsikan sebagai penjara bagi anggota Partai Komunis Indonesia (PKI) yang menjadi tawanan,” katanya dikutip antara. Mujiyono pun sempat memberanikan diri masuk ke bunker tersebut untuk pertama kali pada sekitar tahun 1947, saat ia masih berusia 16 tahun. “Dalamnya hanya ruangan kosong seperti aula dan sangat gelap,” katanya. Ruangan tersebut memiliki panjang dari timur ke barat sekitar 15 meter dan lebar dari utara ke selatan sekitar 10 meter dengan ketinggian tiga meter. Bunker tersebut memiliki dua pintu di sebelah selatan bunker. Kalau masuk masih ada trap (tangga) sekitar dua meter tingginya. Kesaksian lain diungkapkan seorang warga lain, Heru Basuki (56) yang juga pernah masuk ke bunker tersebut. “Terakhir saya lihat masih ada bunker itu sekitar tahun 1965 atau 1966″. Sebelumnya, bunker tersebut sempat dijadikan tempat berenang anak-anak kampung sekitar karena selalu tergenang air saat hujan turun. Menurut dia, waktu kecil banyak yang menyebut bunker ini sebagai gua londo (Belanda). Kondisi di dalam bunker itu sangat gelap. Sama halnya dengan kesaksian Mujiyono, menurut Heru, bunker tersebut berukuran sekitar 15 kali 10 meter. “Dinding dan langit-langitnya seingat saya sudah diplester, bangunannya permanen,” ujarnya. Selain bunker tersebut, terdapat satu bunker lain yang terbuat dari kayu, namun saat ini bunker tersebut sudah hancur. Kabar keberadaan bunker tersebut menarik perhatian seorang Arkeolog, Muhammad Kawari untuk meneliti. Kawari bersama lima rekannya termasuk petugas dari Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala (BP3) Jawa Tengah berniat melakukan penggalian bunker peninggalan Belanda tersebut. “Langkah awal akan kita layout dulu sebelum kita lakukan penggalian,” katanya. Sebagai langkah awal, timnya akan melakukan penjajakan medan selama lima hari dan menyusun laporan awal. Penggalian akan dilakukan dengan alat-alat tradisional dan tidak menggunakan alat berat agar tidak merusak keaslian bangunan bunker. “Karena tanah yang menutup bunker sudah cukup tebal, kemungkinan penggalian akan membutuhkan waktu sangat lama,” katanya. Penggalian Bunker Penggalian bunker yang terletak di kompleks Balai Kota Surakarta sudah dihentikan sejak Minggu, 12 Agustus 2012. Dalam penggalian yang dimulai sejak Kamis, 9 Agustus tersebut, tim hanya berhasil memastikan panjang dan lebar bunker. “Panjangnya 17 meter dan lebarnya 6 meter,” kata Ketua Tim Penggalian dari Balai Arkeologi Yogyakarta Muhammad Khawari ketika dihubungi, Selasa, 14 Agustus 2012. Kemudian seperti apa bentuk bunker dan di mana letak pintu masuknya, dia mengatakan tim belum sempat menggali sejauh itu. Saat ini penggalian dihentikan karena pihaknya hanya mendapat waktu menggali dari 9-12 Agustus 2012 dari pemerintah Surakarta. Muhammad mengatakan penggalian timnya baru sedalam 3 meter dan baru menyentuh sebagian kecil bunker. Diperkirakan masih banyak informasi yang bisa didapat jika penggalian dilanjutkan. Untuk itu, dia menyarankan penggalian bunker kembali dilakukan. “Saat ini baru sebagian kecil yang diketahui,” ujarnya. Tim Penggalian saat ini sedang menyusun laporan dari hasil penggalian sebelumnya. Termasuk melaporkan cara penggalian dan informasi seputar bunker yang sudah didapat. Laporan itu akan diserahkan ke pemerintah Surakarta sebagai bahan mengambil keputusan soal nasib bunker ke depan. Sebenarnya, Muhammad melanjutkan, penggalian bunker sampai tuntas tidak butuh waktu lama. Dia memperkirakan dalam 2-3 minggu sudah selesai. “Biayanya juga tidak besar. Yang butuh biaya banyak untuk rekonstruksi, pemeliharaan, dan pelestarian,” ujarnya. Kepala Dinas Tata Ruang Kota Surakarta Ahyani mengatakan semestinya dia menerima laporan hasil penggalian pada Selasa. Menurut Ahyani, langkah pemerintah Surakarta soal bunker akan bergantung pada laporan itu. Kepala Bidang Pelestarian Heritage Dinas Tata Ruang Kota Surakarta Mufti Rahardjo mengatakan informasi yang lengkap tentang bunker di Balai Kota Surakarta akan membantu mengungkap keberadaan bunker lain di Surakarta. Karenanya dia berpendapat perlu penggalian yang lebih mendalam. Namun menurut kami, telah kita diketahui pula bahwa kantor walikota di Solo juga dari bangunan lama bernama Loji Gandrung yangg dulunya memang adalah sebuah Loji. Loji adalah tempat aktifitas ritual kaum-kaum Freemasonry dimasa kolonial Belanda. Ajaran ini begitu maraknya di kota-kota Indonesia, dan keberadaan loji tak hanya ada di kota Solo tapi ada pula di banyak kota-kota lainnya di Indonesia. Solo adalah salah satu kota yang sempat “disatroni” kelompok freemason Belanda dimasanya. Tak menutup kemungkinan bahwa ruang bawah tanah tersebut dimasa lalunya dipergunakan untuk aktfitas-aktifitas spitritual tersembunyi, dalam hal ini termasuk di ruang bawah tanah gedung balai kota Solo. Sedangkan ibadahnya tetap di Loji, yaitu Loji Gandrung. Namun perlu juga dicatat bahwa hampir semua loji juga memiliki ruang bawah tanah untuk mengadakan upacara-upacara ritual kaum Freemason ini. Karena beberapa upacara ritual kaum Freemason memang tidak dapat langsung dilihat orang awam, alias harus tersembunyi. Jadi bisa dipastikan, bahwa ruang bawah tanah atau bunker dibawah kompleks Loji Gandrung ini adalah ruang bekas aktifitas ritual kaum Freemasonry. Namun seiring hengkangnya kolonial Belanda dari Indonesia, loji-loji ini akhirnya menguak misteri-misteri di dalamnya, termasuk keberadaan ruang bawah tanah ini. Freemason Era Soekarno Di tahun 1945-1950an, loji-loji Freemasonry oleh kaum pribumi Indonesia disebut pula sebagai “Rumah Setan” disebabkan ritual kaum Freemason selalu melakukan pemanggilan arwah orang mati. Lama-kelamaan hal ini mengusik istana, sehingga pada Maret 1950, Presiden Soekarno memanggil tokoh-tokoh Freemasonry Tertinggi Hindia Belanda yang berada di Loji Adhucstat (sekarang Gedung Bappenas-Menteng, Jakarta) untuk mengklarifikasi hal tersebut. Di depan Soekarno, tokoh-tokoh Freemasonry ini mengelak dan menyatakan jika istilah “Setan” mungkin berasal dari pengucapan kaum pribumi terhadap “Sin Jan” (Saint Jean) yang merupakan salah satu tokoh suci kaym Freemasonry. Walau mereka berkelit, namun Soekarno tidak percaya begitu saja. Akhirnya, Februari 1961, lewat Lembaran Negara nomor 18/1961, Presiden Soekarno membubarkan dan melarang keberadaan Freemasonry di Indonesia. Gereja Vatikan saja sudah lama mengharamkan anggotanya untuk menjadi anggota organisasi- organisasi ini dan menyatakan jika ada anggota Gereja Vatikan yang masuk menjadi angota maka dia dianggap telah keluar dari Kekristenan. Berbagai Papal Condemnation dikeluarkan untuk
hal ini, salah satunya Humanus Genus yang
dikeluarkan Paus Leo XIII di tahun 1884. Di Indonesia akhirnya lembaran Negara ini kemudian dikuatkan oleh Keppres Nomor 264 tahun 1962 yang membubarkan dan melarang Freemasonry dan segala “derivat”nya seperti Rosikrusian, Moral Re-armament, Lions Club, Rotary Blub, dan Baha’isme. Sejak itu, loji-loji mereka disita oleh negara.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

hujan

hjan

icon

: http://i1122.photobucket.com/albums/l524/riyosuke/bullseye-ani.gif